Rabu, 12 Mei 2010

XV. Fikih Kotemporer

DR. Yusuf Qaradhawi, seorang ulama suni kotemporer, hufadz (hafal Al-Qur’an), dikenal moderat, matang dalam fiqih dan berwawasan luas, beliau pernah mendapat gelar “The Man of The Year” dari pemerintah Uni Emirat Arab dalam bukunya “Kebangkitan Gerakan Islam Dari Masa Transisi Menuju Kematangan” menuliskan pemikirannya yang sangat menarik, penting dan perlu diketahui untuk menambah kematangan kita dalam memahami khazanah dan fenomena pemahaman beragama dalam masa kotemporer sekarang ini yaitu point-point menuju kematangan kebangkitan Islam yaitu :

1. Dari formalitas menuju hakikat.

Aspek lahir syariat : shalat, puasa, zakat haji, ‘hafal’ ayat dan teks hadits, hafal teori-teori theologi : sifat 20, asmaul husna, dsb itu semua adalah aspek formal yang penting, tapi jauh lebih penting adalah mengamalkan aspek hakikatnya, yaitu : menghambakan diri kepada Allah, tulus menolong sesama, rendah hati, menjauhi rasa sombong-tinggi hati.

2. Dari Simbol menuju substansi.

Memanjangkan jenggot, memakai baju gamis, memakai jilbab, memakai peci, memendekkan celana diatas mata kaki, membawa kayu siwak, dsb itu semua adalah simbol yang penting, tapi jauh lebih penting adalah memegangi substansinya yaitu : tauhid dalam akidah, ikhlas dalam ibadah, tulus menolong sesama, amanat dalam muamalah, adil dalam memutuskan, kasih sayang dalam pergaulan, berperasaan dalam etika, dsb.

3. Dari pembicaraan menuju amal

Ceramah, wejangan, obrolan itu adalah sebatas pembicaraan maka mengamalkannya itu jauh lebih penting.

4. Dari polemik-perdebatan menuju berlomba dalam kebaikan.

Diskusi, seminar, adu argumentasi, beradu dalil, mengunggulkan pendapat sendiri, melemahkan pendapat orang lain, itu semua termasuk polemik maka berlomba dalam kebaikan amal (fastabiqul khoirot) : mengamalkan ilmu yang sudah diketahui, membangun sarana pendidikan, menyantuni fakir-miskin, ber infaq untuk yayasan yayasan amal, riset penelitian ilmiah, itu semua jauh lebih penting.

5. Dari sentimentil menuju ilmiah

Mengedepankan aspek bangsa, ras, suku, golongan, kelompok, mazhab itu adalah aspek sentimen, maka mengutamakan kebenaran, dalil dan argumen itu adalah sikap ilmiah.

6. Dari emosional menuju rasional

Memusuhi kelompok yang berbeda, bersikap agresif-ofensif menyerang, itu adalah sikap emosional, maka menerima kebenaran dari kelompok lain dan

7. Dari ekstrim menuju moderat

Ciri sikap ekstrim berlebihan :

a. Tidak mengakui pendapat lain.

b. Memaksakan pendapat.

c. Keras bukan pada tempatnya (pada masalah furu’ yang ijtihadi).

d. Kasar, menyakiti.

e. Buruk sangka.

f. Memvonis orang lain sesat, mubtadi, fasik, kafir.

g. Liberalis.

h. Literalis.

i. Suka men-generalisir, tanpa memilih dan memilah.

Ciri-ciri sikap moderat adalah pertengahan :

a. Antara mengikuti mazhab dan non mazhab (memilih pendapat yang terbaik).

b. Antara pengikut tasawuf dan yang menentang tasawuf.

c. Antara rasionalis dan literalis.

d. Antara yang mengabaikan politik dan yang semata mata berkutat dalam politik.

e. Antara yang terburu-buru memertik buah sebelum matang dan yang terlalu lamban memetik buah hingga dipetik orang lain.

f. Antara kelompok idealis yang tidak melihat realita dan kelompok realis yang tidak percaya akan ide – ide.

8. Dari menyulitkan menuju kemudahan.

Tidak mau mengambil ruksyah, mudah mengharamkan, memperluas konsep bid’ah dhalalah yaitu berpendapat seolah semua perkara baru yang tidak ada di jaman Nabi adalah bid’ah dhalalah, sehingga seolah-olah hidup sekarang ini adalah penuh dengan sekumpulan larangan, itu semua adalah pandangan yang menyulitkan.

Padahal Allah berfirman :

“Dia (Allah) tidak menghendaki adanya kesulitan bagimu”. (QS Al Baqarah : 185).

“Dia tidak menjadikan kesukaran dalam agama atas diri kalian”. (QS Al Hajj : 78).

Hadits Nabi :

Agama yang disukai Allah adalah agama yang mudah”. (HR Bukhari, Ahmad, Thabrani)

“Sesungguhnya Allah menyukai kalau ruksyah (keringanan)-Nya diambil, sebagaimana Dia suka dipenuhi azimah (ketentuan hukum asal bila tidak ada uzur) Nya”. (HR Ibnu Hibban, para pentaqiq tidak ada yang mendhaifkannya)

9. Dari jumud menuju ijtihad.

Hanya memegangi makna literal teks dalil yang masih dzanni, tidak mau mempertimbangkan maqashid syari’ah, illat hukum, kondisi sosial dan perkembangan jaman dan sikap taqlid kepada pendapat ulama tertentu menyebabkan sikap jumud (beku), maka diperlukan sarana yang mecairkannya demi kemaslahatan umat yaitu menggalakkan kembali api ijtihad.

10. Dari taklid menuju ittiba’.

Sikap taklid adalah mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui argumen-argumennya, sedangkan ittiba’ adalah mengetahui argumen-argumen para imam dan memilih mana yang paling baik.

11. Dari fanatisme menuju toleransi.

Ciri sikap fanatik :

a. Menganggap dirinya paling benar.

b. Menganggap semua yang lain pasti salah.

c. Keras pada masalah furu’ yang ijtihadi

d. Tidak mau meninggalkan perkara yang sunnah untuk menjaga solidaritas.

e. Tidak mau menerima pendapat lain yang lebih kuat.

Ciri sikap toleran :

a. Tidak merasa yang paling benar.

b. Mau menerima kemungkinan kebenaran ada pada orang lain.

c. Tidak bersikap keras pada masalah furu’ yang ijtihadi.

d. Mau meninggalkan perkara sunnah untuk menjaga solidaritas persamaan.

e. Mau menerima pendapat orang lain yang ternyata lebih kuat.

12. Dari eksklusifisme menuju inklusifisme.

13. Dari keberingasan menuju kasih sayang.

14. Dari perpecahan menuju persatuan.

15. Dari perselisihan menuju solidaritas.

0 komentar:

geomap

Template by : kendhin x-template.blogspot.com