Rabu, 12 Mei 2010

V. Mujtahid, Mufti dan Hakim

A. Jenis Mujtahid

1. Mujtahid Mutlaq : yaitu para Khulafaur Rasyidin, yang sudah ada garansi dan rekomendasi dari Rasul untuk diikuti oleh umat.

2. Mujtahid Mustaqil : yaitu para imam mazhab fiqih yang muktabar.

3. Mujtahid fil Mazhab : yaitu lebih banyak mengikuti salah satu imam mazhab tapi dalam beberapa masalah pokok berbeda pendapat dengan imamnya. Contohnya Abu Yusuf, Muhamad Al Hasan dari mazhab hanafi, Al Muzany dari mazhab Syafi’i.

4. Mujtahid fil Masa’il : yaitu mempunyai ijtihad sendiri dalam beberapa masalah cabang, bukan pada masalah pokok, seperti At Tahawi dalam mazhab Hanafi, Al Ghazali dalam mazhab Syafi’I, Al Khiraqi dalam mazhab Hanbali.

5. Mujtahid Muqaiyad : yaitu tidak mengeluarkan ijtihad sendiri, kecuali terhadap masalah-masalah yang belum dibahas oleh imam mazhab sebelumnya. Mujtahid ini mengetahui seluk-beluk dan argumen para imam mazhab, mampu men tarjih mana yang lebih kuat dan lebih utama dari pendapat imam mazhab yang berbeda-beda. Contohnya Al Karakhi, Al Qaduri dalam mazhab Hanafi, Ar Rafi’ dan An Nawawi dalam mazhab Syafi’i.



B. Syarat-syarat Mujtahid

1. Akidahnya benar.

2. Bersih dari hawa nafsu.

3. Mengetahui bahasa arab dengan segala cabangnya, seperti : nahwu (gramatika), sharaf (konyugasi), balagah (retorika), ma’ani, bayan (kejelasan) dan badi’ (efektifitas bicara), mengetahui irab (fungsi kata dalam kalimat), tasrif (konyugasi), masdar (kata dasar), musytaq (bentuk kata turunan), serta mengetahui syair-syair Arab lampau yang terkenal untuk mengetahui arti kata-kata sulit yang jarang digunakan.

Mujahid berkata : “Tidak diperkenankan bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berbicara tentang Kitabullah (menafsirkan) apabila ia tidak mengetahui berbagai dialek bahasa Arab”.

4. Memahami ilmu Al-Qur’an dan ilmu tafsir.

5. Mengetahui ilmu hadits, atsar sahabat dan tabi’in.

6. Mengetahui Ijma’ masa Khulafaur Rasyidin.

7. Mengetahui ilmu fikih dan ushul fikih.

8. Pemahaman dan ketelitian yang cermat akan qarinah, dhalalah nash, illat hukum, serta tujuan tasyri sehingga mampu menyimpulkan makna yang sejalan dengan syariat.



C. Mufti dan Hakim

Mufti adalah orang yang memberikan fatwa biasanya tentang hukum fiqih sesuatu masalah, sedangkan hakim adalah orang yang menjatuhkan vonis keputusan hukum terhadap suatu sengketa masalah antara dua pihak yang bersengketa. Keduanya sama sama memutuskan hukum berdasarkan hukum syara’.



Sedangkan perbedaan antara mufti dan hakim adalah :

1. Memberi fatwa lebih luas lapangannya daripada menjatuhkan vonis putusan hukum. Fatwa boleh dilakukan oleh orang merdeka, budak, pria, wanita, famili, kerabat, orang asing. Sedangkan vonis putusan hanya diberikan oleh orang merdeka, laki-laki, tidak ada hubungan kerabat dengan yang bersengketa.

2. Putusan hakim mengikat kedua belah pihak yang bersengketa, sedangkan fatwa mufti boleh diterima boleh tidak.

3. Fatwa mufti tidak dapat membatalkan putusan hakim, sedangkan keputusan hakim dapat membatalkan fatwa mufti.

4. Mufti tidak dapat memberi putusan kecuali mufti tersebut juga menjadi hakim sedangkan hakim harus memberikan fatwa apabila telah menjadi suatu keharusan.

5. Hakim sebaiknya tidak memberikan fatwa terhadap masalah-masalah yang mungkin muncul dalam peradilan, karena dikhawatirkan bila hakim memutuskan putusan yang berbeda dengan fatwanya, tentunya itu akan menyulitkan.

Syuraih Al Qadhy pernah berkata :

“Saya memutuskan perkara diantara kamu bukan memberikan fatwa”.

0 komentar:

geomap

Template by : kendhin x-template.blogspot.com