Kamis, 13 Mei 2010

XI. Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya ayat)

Turunnya ayat Al-Qur’an dibagi menjadi dua macam :

1. Tanpa sebab khusus (ibtida’).
2. Dilatarbelakangi oleh suatu peristiwa atau adanya pertanyaan.

Untuk mengetahui asbabun nuzul satu-satunya cara adalah melalui riwayat yang dinyatakan oleh para sahabat Nabi. Merekalah orang-orang yang mengerti betul kapan, dimana, kepada siapa dan dalam konteks apa Al-Qur’an diturunkan. Walaupun demikian tidak semua riwayat dinyatakan oleh para sahabat mengenai turunnya Al-Qur’an tersebut dikonotasikan asbabun nuzul.

Adapun mengenai riwayat yang berkaitan dengan asbabun nuzul :

1. Jika ada sahabat yang mengatakan : “Sebab turunnya ayat ini adalah …. “

2. Jika sahabat menceritakan adanya sebuah pertanyaan yang kemudian turun ayat sebagai jawaban atau reaksi dari pertanyaan tersebut.

3. Jika ada indikasi yang kuat (rajih) menunjukkan asbabun nuzul, contoh :

“Rasulullah telah ditanya tentang ini, maka turunlah ayat ….”

4. Jika ada pernyataan sahabat : “Ayat ini diturunkan dalam konteks …..”

Maka itu bisa menunjukkan asbabun nuzul bisa menunjukkan penjelasan / penafsiran sahabat terhadap suatu ayat, jadi masih perlu diteliti.

Bila ada perbedaan riwayat mengenai asababun nuzul suatu ayat maka harus diteliti untuk dipilih mana yang paling kuat (ditarjih) atau kalau masih mungkin dikompromikan.

Contoh study asbabun nuzul :

Firman Allah dalam QS Al-Baqarah [2] : 195 :

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) dijalan Allah dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan dan berbuat baiklah, karena sesungghuhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”

Ibnul Araby mengatakan, ada lima pendapat menafsirkan At-Tahlukah (kebinasaan), yaitu :

1. Janganlah engkau meninggalkan pemberian nafkah.
2. Janganlah engkau berjihad tanpa perbekalan.
3. Janganlah engkau meninggalkan jihad.
4. Janganlah engkau menggempur pasukan sedangkan engkau tidak mempunyai kekuatan untuk menyerangnya.
5. Janganlah engkau putus asa dari ampunan Allah (karena merasa sudah terlalu banyak dosa).

Imam Ath-Thabari mengatakan : “Maknanya umum mencakup semuanya, tidak kontradiktif satu dengan yang lain”

Imam Syaukani mengatakan : “Yang dijadikan pegangan adalah keumuman lafazh bukan pada kekhususan sebab (turunnya ayat).”

Maka perlu disampaikan salah satu riwayat (atsar) yang menjelaskan asbabun nuzulnya ayat tersebut, yaitu riwayat Imam At-Tirmidzi dari Yazid bin Abi Habib dari Aslam Abi Imran :

“Waktu kami berada di negeri Romawi (Konstantinopel) sekelompok pasukan Romawi menghadang kami, maka kaum muslimin menyambut mereka dengan pasukan sejumlah mereka atau lebih banyak. Legiun Mesir dibawah komando Uqbah bin Amir dan pasukan lain yang dipimpin Fadhalah bin Ubaid. Seorang tentara kaum muslimin menerjang barisan pasukan Romawi sendirian, melihat itu banyak yang berteriak, ‘Subhanallah ia menjerumuskan dirinya menuju kebinasaan.’ Mendengar itu Abu Ayyub Al-Anshari (salah seorang sahabat Nabi) berkata : “Wahai saudara-saudara, kalian memehami ayat ini dengan penakwilan seperti itu ? Ketahuilah, bahwa ayat ini turun kepada kami kaum Anshar. Ketika Allah memberikan izzah (kejayaan) kepada Islam dan memperbanyak penolong-penolongnya, sebagian kami (kaum Anshar) saling berkata secara sembunyi-sembunyi tanpa diketahui Rasulullah SAW, ‘Ketahuilah, bahwa harta kita sudah habis dan Allah telah memberikan kejayaan kepada Islam dan memperbanyak pendukungnya, apakah tidak lebih baik kita untuk konsentrasi pada harta kita dan kita dapat mengembalikan harta kita yang hilang. Maka Allah kemudian menurunkan ayat ini (QS Al-Baqarah [2] : 195) kepada NabiNya sebagai jawaban kepada kami, arti dari At-Tahlukah (kebinasaan) adalah konsentrasi terhadap harta (niaga, berkebun) dan pemanfaatannya (berfoya-foya) yang berakibat meninggalkan perang (jihad).’ Abu Ayyub Al-Anshari senantiasa berjihad fisabilillah sampai beliau dikebumikan di tanah Romawi (Konstantinopel), kuburan beliau ada disana.” (HR Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad, lafazh diatas adalah yang terdapat pada riwayat Tirmidzi).

Walaupun ada kaidah “Yang jadi pegangan adalah keumuman lafazh bukan pada kekhususan sebab” paling tidak dari riwayat diatas setidaknya dapat membantu penafsiran yang lebih spesifik yaitu : Janganlah kamu menghentikan ber infaq membelanjakan harta dijalan Allah dan janganlah kamu meninggalkan jihad fisabilillah yang dapat menyebabkan kamu binasa yaitu lemah dan atau dikuasai musuh.

Manfaat mengetahui asbabun nuzul :

1. Mengkhususkan hukum dengan sebab turunnya ayat hukum..
2. Menghilangkan kaburnya pembatas (hashr) atas apa yang lahirnya menunjukkan pembatasan
3. Mengetahui hikmah disyariatkannya hukum.
4. Mengetahui latar belakang disyariatkannya hukum
5. Mengetahui tentang siapa ayat tersebut diturunkan, dan tidak diterapkan kepada orang lain yang tidak semestinya.

Contoh : Ketika Marwam bin hakam menjabat Gubernur Hijaz (Mekkah-Madinah) pada pemerintahan Muawiyah bin Abu Sofyan, Marwan berpidato yang intinya mengajak penduduk Hijaz membaiat Yazid bin Muawiyah sebagai Khalifah sepeninggal ayahnya, Marwan berkata : “ini adalah sunah Abu Bakar dan Umar”. Tiba-tiba Abdurrahman bin Abu Bakar menyahuti : “Itu sunnah Kisra (Persia) dan Kaisar (Romawi)” seraya pergi ke rumah Aisyah (kakaknya). Maka Marwan berkata : “Itulah orang yang dikatakan dalam Al-Qur’an, ‘Dan janganlah kamu berkata kepada ibu-bapaknya : ‘Cis, bagi kamu berdua’ “. Perkataan Marwan itu sampai kepada Aisyah, maka Aisyah membantah dan berkata : “Marwan berdusta, Demi Allah, maksud ayat itu tidaklah demikian, Sekiranya aku mau menyebutkan mengenai siapa ayat itu turun, tentulah aku sudah menyebutkannya.”

0 komentar:

geomap

Template by : kendhin x-template.blogspot.com