Jumat, 14 Mei 2010

X. Aliran Jabariyah

Firqoh Jabariyah timbulnya hampir bersamaan dengan timbulnya Qadariyah dan tampaknya merupakan reaksi daripadanya. Daerah tempat timbulnya juga tidak berjauhan. Qadariyah muncul di Iraq, sedangkan Jabariyah muncul di Khurasan (Iran).

Pemimpinnya yang pertama adalah Jahm bin Sofyan, oleh sebab itu kadang firqoh ini disebut Jahmiyah. Ajaran-ajarannya banyak persamaannya dengal aliran Qurro’ agama Yahudi dan aliran Yacobiyah agama Nasrani.

Pada mulanya Jahm bin Sofyan adalah juru tulis dari seorang pemimpin bernama Suraih bin Harits Ali Nashar bin Sayyar yang memberontak di daerah Khurasan terhadap kekuasaan Bani Umayyah. Dia terkenal orang yang tekun dan rajin menyiarkan agama. Fatwanya yang menarik adalah bahwa manusia tidak mempunyai daya upaya, tidak ada ikhtiar dan tidak ada kasab. Segala perbuatan manusia itu terpaksa (majbur) diluar kemauannya, sebagaimana keadaan bulu ayam terbang kemana arah angin bertiup atau sepotong kayu ditengah lautan mengikuti arah hempasan ombak. Singkatnya bahwa orang-orang Jabariyah berpendapat manusia itu tidak mempunyai daya ikhtiar, semuanya sudah ditakdirkan, segala gerak perbuatan manusia dipaksa oleh adanya kehendak Allah, jadi merupakan kebalikan dari faham Qadariyah.

Jabariyah berpendapat bahwa hanya Allah sajalah yang menentukan dan memutuskan segala amal perbuatan manusia. Semua perbuatan manusia itu sejak semula sudah diketahui Allah dan semua amal perbuatan itu adalah berlaku dengan kodrat dan iradat-Nya. Manusia tidak mencampurinya sama sekali. Usaha manusia sama sekali bukan ditentukan oleh manusia sendiri. Kodrat dan Iradat Allah adalah mencabut kekuasaan manusia sama sekali. Pada hakikatnya segala perbuatan dan gerak-gerik manusia semuanya merupakan paksaan (majbur) oleh Allah semata-mata. Kebaikan dan kejahatan itupun semata-mata paksaan pula, sekalipun nantinya manusia memperoleh balasan surga atau neraka.

Pembalasan berupa surga atau neraka itu bukan sebagai ganjaran atas kebaikan dan kejahatan yang diperbuat manusia semasa hidupnya. Surga dan neraka itu semata-mat abukti kebesaran Allah dalam Kodrat dan Iradat-Nya.

Kalau manusia itu diserahi kodrat dan iradat sendiri dalam mewujudkan usahanya dan Allah saja yang menanggung kodrat dan iradat yang menentukan perbuatan manusia tersebut, hal itu sulit diterima. Ibaratnya orang yang diikat lalu dilemparkan kelaut, seraya diserukan kepadanya “Jagalah dirimu, jangan sampai tenggelam.”

Akan tetapi faham Jabariyah ini melampaui batasm, sehingga berkeyakinan bahwa tidak berdosa kalau berbuat kejahatan, karena yang berbuat itu pada hakekatnya Allah juga. Sesatnya lagi, mereka berpendapat bahwa bila seseorang mencuri maka pada hakekatnya Allah juga yang melakukan pencurian. Bila seseorang mengerjakan shalat maka Tuhan pula yang melakukan shalat. Jadi kalau orang yang berbuat buruk atau jahat lalu dimasukkan kedalam neraka, maka Tuhan itu tidak adil, karena apapun yang diperbuat manusia kebaikan atau keburukan tidak satupun lepas dari kodrat dan iradat Nya.

Sebagian pengikut Jabariyah beranggapan telah bersatu dengan Tuhan. Disini menimbulkan faham wihdatul wujud, yaitu manunggaling kawulo gusti, bersatunya manusia dengan Tuhan.







Jabariyah dalam fahamnya, mendasarkan pada beberapa ayat Al-Qur’an :



“Tidak dapat kamu berbuat adil diantara perempuan-perempuan itu …” (QS An-Nisa’ : 129).



“Perhatikanlah pada hari kiamat yang amat susah itu, alalu mereka diseru supaya sujud” (Al-Qalam : 24).



“Mereka sebenarnya tidak akan percaya, sekirannya Allah tidak menghendaki” (QS Al-An’am : 112).

“Allah menciptakan kamu dan apa-apa yang kamu perbuat” (QS As-Shaffat : 96).



“Bukanlah engkau yang melempar ketika engkau melempar (musuh) tetapi Allah lah yang melempar (mereka)” (QS Al-Hadid : 22).



“Tidak ada bencana yang menimpa di bumi dan diri kamu, kecuali telah (ditentukan) didalam kitab sebelum ia kamu ciptakan.” (QS Al-Insan : 30).



Faham jabariyah dalam dalam theologi Islam mirip dengan faham fatalisme dalam filsafat, yaitu beranggapan secara determinis bahwa manusia tidak mempunyai kekuasaan dan kebebasan, sebab segala-galanya telah ditentukan sebelumnya. Bagi mereka yang berfaham Deteminis Theologi maka ketentuan itu datang dari alam makrokosmos dan mikrokosmos sebagaimana tampak dalam filasafat Tiongkok kuno, filsafat Mesir kuno dan filsafat Parmenides dari Yunani. Aliran Determinis Theologi berpendapat segala-galanya telah ditentukan oleh Tuhan, sehingga manusia tidak dapat berbuat apa-apa selain menjalani takdirnya yang dipaksakan kepadanya. Mereka rela tunduk kepada ketentuan takdir (fatalist) yang telah ditetapkan sebelumnya (predestination) tanpa ada ikhtiar bebas dan mereka menolak adanya kehendak bebas (libre ar bitre).

0 komentar:

geomap

Template by : kendhin x-template.blogspot.com